The INDEPENDEN’S – Weblog : Mewabahnya penyakit mematikan akibat bakteri Escherichia Coli (E.Coli) strain baru dipastikan karena konsumsi sayuran tidak steril dan tanpa dicuci. Yang lebih berbahayanya lagi, penyakit karena bakteri ini resisten terhadap antibiotik, sehingga dianggap berbahaya dan mematikan.
Meski demikian Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, memastikan di Indonesia belum ditemukan adanya bakteri E. Coli strain baru, dengan nama enterohaemorrhagic E. Coli (EHEC) yang bisa menimbulkan penyakit berbahaya dan mematikan. Penderita dapat berlanjut menjadi parah dalam kondisi yang disebut haemolytic uraemic syndrome (HUS) seperti yang terjadi di Eropa.
“Kasus di Eropa ini jadi heboh, karena E-Coli strain barunya. Dan kebanyakan orang di Eropa terpapar bakteri karena konsumsi sayuran yang tidak dicuci dengan bersih. Jadi mencegah E coli ini sama dengan mencegah penyakit diare,” kata Menteri Endang di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin 6 Juni 2011.
Selain konsumsi makanan tidak steril, kebiasaan hidup bersih dengan mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah ini. “Di Indonesia belum ada kasus ini, dan tidak ditemukan adanya E-Coli strain baru, tapi kita harus tetap waspada karena penyakit akibat bakteri itu resisten terhadap antibiotik dan obat-obatan biasa,” ujarnya.
Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, selain menyosialisasikan kebiasaan hidup bersih, di beberapa bandara udara di Indonesia disiagakan petugas kesehatan untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan pada para pendatang dari Eropa. Jika mereka yang datang dari Eropa mengalami diare, akan dilakukan pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.
Menurut data Kementrian Kesehatan, wabah penyakit ini sebenarnya mulai terjadi di Jerman pada pertengahan Mei 2011. Sampai 2 Juni 2011, Jerman menemukan 520 kasus haemolytic uraemic syndrome (HUS) dengan 11 kematian. Terdapat 1.213 kasus enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC), 6 diantaranya meninggal. Artinya, di Jerman terdapat 1.733 kasus dan 17 kematian.
Selain Jerman, ada 11 negara lain yang menemukan kasus yang sama yaitu Austria, Czech Republic, Denmark, Prancis, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swedia, Switzerland, Inggris dan Amerika Serikat.
Gejala penyakit ini berupa sakit perut seperti kram dan diare. Pada sebagian kasus, bahkan dapat mengeluarkan diare berdarah (haemorrhagic colitis). Juga dapat timbul demam dan muntah.
“Seseorang yang diare disertai pendarahan dan jika menderita sakit setelah bepergian dari Jerman atau kontak dengan penderita, segeralah konsultasi kepada dokter atau petugas kesehatan,” saran Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI. (umi)
Meski demikian Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, memastikan di Indonesia belum ditemukan adanya bakteri E. Coli strain baru, dengan nama enterohaemorrhagic E. Coli (EHEC) yang bisa menimbulkan penyakit berbahaya dan mematikan. Penderita dapat berlanjut menjadi parah dalam kondisi yang disebut haemolytic uraemic syndrome (HUS) seperti yang terjadi di Eropa.
“Kasus di Eropa ini jadi heboh, karena E-Coli strain barunya. Dan kebanyakan orang di Eropa terpapar bakteri karena konsumsi sayuran yang tidak dicuci dengan bersih. Jadi mencegah E coli ini sama dengan mencegah penyakit diare,” kata Menteri Endang di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin 6 Juni 2011.
Selain konsumsi makanan tidak steril, kebiasaan hidup bersih dengan mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah ini. “Di Indonesia belum ada kasus ini, dan tidak ditemukan adanya E-Coli strain baru, tapi kita harus tetap waspada karena penyakit akibat bakteri itu resisten terhadap antibiotik dan obat-obatan biasa,” ujarnya.
Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, selain menyosialisasikan kebiasaan hidup bersih, di beberapa bandara udara di Indonesia disiagakan petugas kesehatan untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan pada para pendatang dari Eropa. Jika mereka yang datang dari Eropa mengalami diare, akan dilakukan pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.
Menurut data Kementrian Kesehatan, wabah penyakit ini sebenarnya mulai terjadi di Jerman pada pertengahan Mei 2011. Sampai 2 Juni 2011, Jerman menemukan 520 kasus haemolytic uraemic syndrome (HUS) dengan 11 kematian. Terdapat 1.213 kasus enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC), 6 diantaranya meninggal. Artinya, di Jerman terdapat 1.733 kasus dan 17 kematian.
Selain Jerman, ada 11 negara lain yang menemukan kasus yang sama yaitu Austria, Czech Republic, Denmark, Prancis, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swedia, Switzerland, Inggris dan Amerika Serikat.
Gejala penyakit ini berupa sakit perut seperti kram dan diare. Pada sebagian kasus, bahkan dapat mengeluarkan diare berdarah (haemorrhagic colitis). Juga dapat timbul demam dan muntah.
“Seseorang yang diare disertai pendarahan dan jika menderita sakit setelah bepergian dari Jerman atau kontak dengan penderita, segeralah konsultasi kepada dokter atau petugas kesehatan,” saran Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI. (umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar